Teamwork
RSUD
X merupakan salah satu rumah sakit umum yang berada di daerah X. Dengan Visi
menjadi Rumah Sakit Umum yang diminati oleh masyarakat. RSUD X selalu berusaha
untuk berbenah diri agar dapat bertahan di tengah persaingan pertumbuhan rumah
sakit di daerah tersebut. Kenyataan di lapangan menunjukan bahwa RSUD X belum
menunjukan hasil yang maksimal. Munculnya keluhan masyarakat mengenai pelayanan
yang di berikan RSUD X dan jumlah pasien yang belum menunjukkan peningkatan
adalah bukti yang mengindikasikan bahwa pihak RSUD X belum mampu mewujudkan
visi tersebut.
Berdasarkan wawancara awal diperoleh informasi mengenai ketidakpuasan pasien
terhadap kualitas pelayan yang diberikan oleh RSUD X, khususnya pada bagian
keperawatan. Melalui survey kepada beberapa perawat di RSUD X diperoleh data
yang menunjukkan bahwa perawat kurang merasakan adanya kerjasama dan komunikasi
yang baik, kurang memiliki rasa saling percaya dan saling mendukung, kurang
mengetahui visi dan misi organisasi dan merasakan teamwork yang kurang efektif
di RSUD X.
Sikap tidak peduli dan saling menyalahkan antar perawat, kurang adanya
keinginan dan kesadaran untuk menyelesaikan konflik, kurang adanya kesadaran
para perawat akan pentingnya kerjasama dan komunikasi sehingga sering
menimbulkan konflik serta hubungan antar perawat yang dirasakan kurang harmonis
yang menghambat terjalinnya kerjasama merupakan indikator masalah yang
sebenarnya dihadapi oleh pihak RSUD X.
Analisa Permasalahan :
Dari Rumusan Masalah Kasus diatas dapat kita mengerti bahwa inti
dari Permasalahan Kasus diatas adalah Terletak pada Rendahnya tinggkat
Kerjasama para Perawat yang ada di dalam RSUD X, Dimana tidak adanya Kerjasama
dan juga komunikasi yang baik, kurang memiliki rasa saling Percaya dan saling
mendukung dalam pekerjaan nya sebagai sesama perawat dan juga kurang
mengetahui nya visi dan misi Organisasi, sehingga dapat menimbulkan sikap
saling tidak peduli terhadap
sesama perawat di dalam sebuah RSUD X tersebut, bahkan
dapat menimbulkan sikap dimana saling menyalahkan antara para Perawat sehingga dapat
menimbulkan jugaKonflik Individu dari para masing-masing perawat, dimana akan
menjadi indicatormasalah yang di hadapi oleh pihak RSUD X, yaitu ketidak
nyamanan nya para pasien yang berobat di RSUD X tersebut dan juga menjadi penghambat pertumbuhan
dari Tingkat
kemajuan RSUD X tersebut sehingga belum mampu untuk mewujudkan visi-Dalam
Analisa dari Perumusan Masalah diatas Sebagai Solusi dapat dimulaidari individu
dari masing-masing Perawat terlebih dahulu untuk mengetahui dimanaLetak
Kesalahan nya yang dapat menimbulkan tingkat kerja sama dan komunikasi menjadi kurang
efektif sehingga timbul rasa saling menyalahkan, dan rasa salingkurang
mempercayai antara Perawat dengan Perawat lainnya yang menimbulkan
rasaketidaknyaman dari para Pasien itu sendiri, di karenakan Perawat
merupakan Tumpuan dari semua kegiatan yang ada didalam sebuah RS sehingga
menjadi Penentu
Keberhasilan maupun
kegagalan dari Rumah Sakit itu sendiri.
Solusi :
Dalam Analisa Kasus diatas dapat diambil kesimpulan bahwa para perawat perlu mengetahui
pentingnya Kerja sama dalam suatu Organisasi terlebih dalam suatu RSUD, sehingga
dapat mencapai Komunikasi yang efektif dan tinggkat Kepercayaanmasing-masing
Perawat untuk saling membantu, saling Mendukung , Saling memberikan Pelayanan
dengan kualitas terbaik dari masin-masing Perawat terhadappara Pasien,
sehingga dapat menimbulkan Rasa Kepercayaan antara Pasie dan jugapara Perawat
dan menimbulkan hubungan yang harmonis, dan juga dapat menujukkan Hasil dari Usaha
pihak RSUD X menjadi lebih maksimal dan mampu dalam mewujudkan visi-visi
tersebut dan dapat menjadi factor Penentu dari citra dankualitas rumah sakit.
Kepemimpinan
Kasus : Hartoyo sebagai Manajer
Drs. Hartoyo telah menjadi manajer tingkat menengah dalam
departemen produksi suatu perusahaan kurang lebih 6 bulan. Hartoyo bekerja pada
perusahaan setelah dia pensiun dari tentar. Semangat kerja departemennya rendah
sejak dia bergabung dalam perusahaan. Beberapa dari karyawan menunjukkan sikap
tidak puas dan agresif.
Pada jam istirahat makan siang,
Hartoyo bertanya kepada Drs. Abdul Hakim, AK, manajer departemen keuangan,
apakah dia mengetahui tentang semangat kerja yang rendah dalam departemen
produksi. Abdul Halim menjawab bahwa dia telah mendengar secara informal
melalui komunikasi “grapevine”, bahwa para karyawan Hartoyo merasa tidak senang
dengan pengambilan semua keputusan yang dibuat sendiri olehnya. Dia (Hartoyo)
menyatakan, “dalam tentara, saya membuat semua keputusan untuk bagian saya, dan
semua bawahan mengharapkan saya untuk berbuat seperti itu.”
Pertanyaan kasus :
1. Gaya kepemimpinan macam apa yang
digunakan oleh Hartoyo? Bagaimana keuntungan dan kelemahannya? Bandingkan
motivasi bawahan Hartoyo sekarang dan dulu sewaktu di tentara.
Jawab :
Gaya kepemimpinan yang digunakan oleh hartoyo adalah gaya
kepemimpinan otoriter, yaitu gaya pemimpin yang memusatkan segala
keputusan dan kebijakan yang diambil dari dirinya sendiri secara penuh. Pada
gaya kepemimpinan otoriter ini, pemimpin mengendalikan semua aspek kegiatan.
Pemimpin memberitahukan sasaran apa saja yang ingin dicapai dan cara untuk
mencapai sasaran tersebut, baik itu sasaran utama maupun sasaran minornya.
·
Keuntungan dalam menggunakan gaya kepemimpinan otoriter: Bawahan
tidak perlu memikirkan apapun, bawahan cukup melaksanakan apa
yang diputuskan dari pemimpin.
·
Kelemahan dalam menggunakan gaya kepemimpinan otoriter
: Semua aspek kegiatan dalam perusahaan dikendalikan oleh pemimpin,
sehingga apabila ada suatu masalah dalam perusahaan tersebut semuanya hanya
tergantung pada pimimpin dan bawahan tidak boleh ikut campur dalam pengambilan
keputusan. Sehingga kurang adanya kerjasama dalam perusahaan tersebut.
Pebandingan motivasi bawahan Hartoyo sekarang dan dulu sewaktu
di tentara:
Dalam membangun sebuah perusahaan diperlukan kerjasama antara
pemimpin
dengan bawahan. Sehingga bawahan hartoyo yang sekarang ingin
ikut dalam
membangun perusahaan tersebut secara bersama-sama agar
tercapainya sebuah tujuan. Sedangkan bawahan hartoyo sewaktu di tentara
merupakan anggota yang memiliki kompetensi rendah tapi komitmennya
tinggi. Sehingga mereka membutuhkan gaya kepemimpinan yang otoriter.
2. Konsekuensinya apa, bila Hartoyo tidak dapat merubah
gaya kepemimpinannya? Apa saran saudara bagi perusahaan, untuk merubah keadaan?
Jawab :
Apabila Hartoyo tidak dapat merubah gaya kepemimpinannya
perusahaan tersebut dapatmengalami gulung tikar, apabila seorang
pimimpin hanya mengutamakan keputusan sendiri tanpa menerima saran dari bawahan.
Saran saya, sebaiknya Hartoyo dapat merubah gaya
kepemimpinan otoriternya dengan gaya kepemimpinan demokrastis, yaitu
gaya pemimpin yang memberikan wewenang secara luas kepada para bawahan. Setiap
ada permasalahan selalu mengikutsertakan bawahan sebagai suatu tim yang utuh.
Dalam gaya kepemimpinan demokratis pemimpin memberikan banyak informasi tentang
tugas serta tanggung jawab para bawahannya. Pada kepemimpinan demokrasi,
anggota memiliki peranan yang lebih besar. Pada kepemimpinan ini seorang pemimpin
hanya menunjukkan sasaran yang ingin dicapai saja, tentang cara untuk mencapai
sasaran tersebut, anggota yang menentukan. Selain itu, anggota juga diberi
keleluasaan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Kepemimpinan
demokrasi cocok untuk anggota yang memiliki kompetensi tinggi dengan
komitmen yang bervariasi. Sehingga Hartoyo akan mudah untuk mencapai tujuan
perusahaannya apabila merubah gaya kepemimpinannya dengan gaya kepemimpinan
demokratis .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar